Foto Belanka BBM Tujuh SKPD Kabupaten Solok Tidak Didukung Bukti Petanggungjawaban yang senyatanya tahun anggaran 2023
Foto Belanka BBM Tujuh SKPD Kabupaten Solok Tidak Didukung Bukti Petanggungjawaban yang senyatanya tahun anggaran 2023

Padang - BPK Ungkap Belanja Bahan Bakar Minyak tujuh SKPD Kabupaten Solok Tidak sesuai Kondisi senyatanya karena, tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang senyatanya sebesar Rp464.958.121,00,  dan Bendahara pada tiga SKPD tidak mengetahui jika struk yang dijadikan bukti pertanggungjawaban merupakan struk palsu, karena yang bersangkutan hanya menerima struk tersebut dari pihak yang menyampaikan SPJ


Dari mekanisme realisasi belanja BBM untuk kegiatan operasional/rutin maupun perjalanan dinas sebagian besar dilakukan melalui penggantian uang oleh Bendahara Pengeluaran SKPD kepada pengguna kendaraan dinas atas belanja BBM yang telah dikeluarkan. Secara periodik, masing-masing pemegang kendaraan menyampaikan bukti belanja BBM berupa struk print out atau nota manual dari SPBU sebagai bukti pertanggungjawaban.

Pemeriksaan BPK lebih lanjut dalam rangka pengujian bukti pertanggungjawaban belanja BBM pada tujuh SKPD, dengan melakukan konfirmasi kepada pengelola empat SPBU yaitu PT HMP pada tanggal 21 Februari 2024, PT HKU dan PT PM pada tanggal 26 Februari 2024, serta PT RR pada tanggal 8 Maret 2024. 

Hasil pemeriksaan BPK terhadap dokumen pertanggungjawaban belanja BBM pada tujuh SKPD yang diuji petik, menunjukkan bahwa nota SPBU yang menjadi pendukung kuitansi pembayaran belanja BBM tidak sesuai dengan hasil konfirmasi pada keempat SPBU tersebut. Rincian ketidaksesuaian nota beserta 

1) Struk print out atas pembelian BBM pada SPBU PT HMP tidak sesuai dengan contoh struk yang diberikan kepada Tim Pemeriksa pada saat konfirmasi.Terdapat perbedaan format dan layout huruf pada struk keluaran SPBU PT HMP sebagai berikut.


2) Pemakaian nota manual pada SPBU PT HKU tanpa adanya tanda tangan dari pihak SPBU, nota yang dilampirkan tanpa ada tanggal pembelian atau nilai rupiah pembelian, nomor nota yang berurutan dengan tanggal pembelian berbeda, serta spesimen tanda tangan pegawai yang tidak berlaku pada tanggal pembelian di nota, seperti penggunaan spesimen tanda tangan pegawai yang mulai bekerja pada Juni 2023, atau spesimen tanda tangan yang dirubah dan mulai berlaku November 2023  yang digunakan untuk pembelian pada bulan – bulan sebelumnya yang baru dibuatkan SPJ-nya setelah bulan November 2023.


3) Pemakaian nota manual pada SPBU PT PM tanpa adanya tanda tangan dari pihak SPBU, dan tulisan pada setiap nota sama mengindikasikan penulisan nota dilakukan bukan oleh petugas SPBU.


4) Struk print out atas pembelian BBM pada SPBU PT RR tidak sesuai dengan contoh struk yang diberikan kepada Tim Pemeriksa pada saat konfirmasi. Terdapat perbedaan format dan layout huruf pada struk keluaran SPBU PT RR.


Berdasarkan wawancara BPK kepada PPTK, Bendahara, dan penerima BBM, pada periode tanggal 22 s.d. 28 Maret 2024 diketahui hal-hal sebagai berikut.


1)PPTK pada tiga SKPD mengakui bahwa struk BBM yang digunakan sebagai bukti pertanggungjawaban bukan merupakan struk BBM yang diperoleh dari SPBU melainkan hasil buatan sendiri. Dua PPTK SKPD mengakui memiliki mesin print out yang digunakan untuk mencetak struk BBM dengan menggunakan aplikasi yang terinstal pada handphone. Adapun mesin dan aplikasi yang ditunjukkan kepada Tim Pemeriksa.


2)Bendahara pada tiga SKPD tidak mengetahui jika struk yang dijadikan bukti pertanggungjawaban merupakan struk palsu, karena yang bersangkutan hanya menerima struk tersebut dari pihak yang menyampaikan SPJ.





yang menagih”; 

Bersambung...

ismil Husni.

### Belanja BBM Tujuh SKPD Kabupaten Solok Tidak Sesuai Kondisi Senyatanya, BPK Ungkap Struk Palsu Senilai Ratusan Juta Rupiah

**Padang, Nusantara Media** - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan bahwa belanja bahan bakar minyak (BBM) pada tujuh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Solok tidak sesuai dengan kondisi senyatanya. Temuan ini menunjukkan bahwa belanja BBM senilai Rp464.958.121,00 tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang sah. Selain itu, bendahara pada tiga SKPD tidak menyadari bahwa struk yang dijadikan bukti pertanggungjawaban adalah struk palsu yang diterima dari pihak yang menyampaikan SPJ.

Mekanisme realisasi belanja BBM untuk kegiatan operasional maupun perjalanan dinas sebagian besar dilakukan melalui penggantian uang oleh bendahara pengeluaran SKPD kepada pengguna kendaraan dinas atas belanja BBM yang telah dikeluarkan. Bukti belanja BBM berupa struk print out atau nota manual dari SPBU kemudian diserahkan sebagai bukti pertanggungjawaban.

Pemeriksaan BPK terhadap dokumen pertanggungjawaban belanja BBM pada tujuh SKPD dilakukan dengan konfirmasi kepada empat SPBU yaitu PT HMP, PT HKU, PT PM, dan PT RR pada bulan Februari dan Maret 2024. Hasilnya menunjukkan bahwa nota SPBU yang dilampirkan sebagai bukti pembayaran tidak sesuai dengan hasil konfirmasi dari keempat SPBU tersebut. Berikut adalah rincian ketidaksesuaian yang ditemukan:



2. **SPBU PT HKU:** Nota manual tidak ditandatangani oleh pihak SPBU, tidak mencantumkan tanggal atau nilai rupiah pembelian, nomor nota berurutan dengan tanggal pembelian berbeda, serta spesimen tanda tangan pegawai yang tidak berlaku pada tanggal pembelian.

3. **SPBU PT PM:** Nota manual tanpa tanda tangan dari pihak SPBU dan tulisan pada setiap nota sama, mengindikasikan penulisan nota dilakukan bukan oleh petugas SPBU.

4. **SPBU PT RR:** Struk print out pembelian BBM tidak sesuai dengan contoh struk yang diberikan oleh SPBU. Terdapat perbedaan format dan layout huruf pada struk.

Dari hasil wawancara BPK dengan PPTK, bendahara, dan penerima BBM pada periode 22-28 Maret 2024, diketahui bahwa:

1. **PPTK pada tiga SKPD** mengakui bahwa struk BBM yang digunakan sebagai bukti pertanggungjawaban bukan merupakan struk asli dari SPBU melainkan hasil buatan sendiri. Dua PPTK SKPD mengakui memiliki mesin print out yang digunakan untuk mencetak struk BBM dengan aplikasi yang terinstal pada handphone.

2. **Bendahara pada tiga SKPD** tidak mengetahui bahwa struk yang dijadikan bukti pertanggungjawaban adalah struk palsu, karena mereka hanya menerima struk tersebut dari pihak yang menyampaikan SPJ.

Kondisi ini tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 141 ayat (1) yang menyatakan bahwa "setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih".

 

(Ismil Husni)