Padang - Salah satu peserta aksi demo di kantor Gubernur Sumatera Barat yang mengaku warga Air Bangis dan meminta untuk tidak disebutkan namanya, sewaktu dimintai keterangannya menyampaikan bahwa memang benar selama ini warga diharuskan untuk menjual hasil panen sawit mereka hanya kepada Koperasi KSU HTR Air Bangis Semesta, ketika ditanyakan siapa yang mengharuskan itu, dia menjawab bahwa Aparat Penegak Hukum (APH) yang mengharuskan tersebut, mulai dari patroli tanpa dasar yang dilakukan beberapa personil ke kebun warga dan mengintimidasi warga bahwa mereka harus menjual sawit mereka ke Koperasi KSU HTR Air Bangis Semesta karena kalau mereka menjual ke yang lain maka mereka akan dianggap melanggar hukum. Saat ditanya siapa APH yang dimaksud, dia menegaskan bahwa itu dari aparat kepolisian.
“Jadi sejak adanya koperasi itu kami memang dilarang untuk menjual hasil panen kami ke pihak lain, hanya boleh dijual ke koperasi saja, karena kebun sawit kami dianggap berada di dalam kawasan hutan produksi yang mana hal ini diketahui masyarakat pada tahun 2021 dari pihak Polres Pasaman Barat, sejak itu kami diancam dan diintimidasi oleh oknum personil POLRI bahwa jika menjual ke selain koperasi maka kami akan ditangkap” ujarnya.
Dia juga menambahkan bahwa pada sekitar awal tahun 2023 ini Kapolda Sumatera Barat pernah bertemu dengan masyarakat di Polres Pasaman Barat dan menganjurkan mereka untuk menjual hasil panen sawit mereka ke koperasi KSU HTR Air Bangis Semesta. “Dulu sekitar awal tahun kami pernah dikumpulkan di Polres Pasaman Barat, saat itu juga ada penangkapan terhadap warga karena menjual hasil panen sawit ke pihak lain selain koperasi, tapi waktu itu setelah kami diterima berdialog oleh Kapolres Pasaman Barat kemudian mereka yang ditangkap itu dilepaskan lagi. Setelah kejadian itu kemudian kami dikumpulkan lagi di Polres Pasaman Barat dengan undangan untuk bersilaturahmi dan disitu dihadiri oleh bapak Kapolda, waktu itu beliau menyampaikan bahwa kami ini berada ditempat ilegal jadi harus menjualnya ke tempat yang legal.”
Ketika ditanya bagaimana tanggapan warga waktu itu terkait apa yang disampaikan Kapolda tersebut, “Kami tidak diberikan waktu banyak untuk berdialog, pembicaraan itu hanya bersifat satu arah saja, seperti kami diberi ceramah saja” jawabnya.
Terkait pertemuan dan himbauan dari Kapolda ini sendiri belum dapat dilakukan konfirmasi kepada Kapolda mengenai tanggapannya atas keterangan dari warga tersebut.
Sewaktu disinggung mengenai rencana Program Strategis Nasional yang juga akan dilaksanakan di area perkebunan warga Air Bangis, warga tersebut mengungkapkan bahwa sebenarnya masyarakat tidak menolak sepenuhnya hal itu. “Terkait rencana PSN itu kami sebenarnya tidak menolak sepenuhnya, tapi mohon diperhatikan juga nasib rakyat, setidaknya ada negosiasi untuk pemberian konpensasi kepada kami, inti sebenarnya saat ini adalah kami minta agar kami dibebaskan untuk menjual hasil panen sawit kami kepada siapa pun, kepada koperasi pun kami mau menjualnya asalkan koperasi tersebut mau membelinya sesuai dengan harga pasar yang wajar bukannya malah jauh di bawah pasaran”.
Dikutip dari penjelasan Kementrian Lingkungan dan Kehutanan pada siaran pers Nomor : SP. 032/HUMAS/PPIP/HMS.3/02/2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan bahwa sawit bukan tanaman hutan. Hal ini berdasarkan pada berbagai peraturan pemerintah, analisis historis dan kajian akademik berlapis.
''Dari berbagai peraturan, nilai historis, kajian akademik, wacana umum dan praktik, sawit jelas bukan termasuk tanaman hutan dan pemerintah belum ada rencana untuk merevisi berbagai peraturan tersebut,'' tegas Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (Dirjen PHL) KLHK, Agus Justianto di Jakarta, Senin (7/2/2022).
Dalam Permen LHK P.23/2021 Sawit juga tidak masuk sebagai tanaman rehabilitasi hutan dan lahan (RHL).
Merujuk pada siaran pers tersebut sebenarnya permasalahan yang sedang dihadapi oleh warga Air Bangis ini yaitu keterlanjuran sawit dalam Kawasan Hutan penyelesaiannya bisa dilakukan dengan memenuhi unsur-unsur keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan, sehingga penegakan hukum yang dilakukan dapat memberikan dampak yang terbaik bagi masyarakat serta bagi hutan itu sendiri.
Salah satunya melalui regulasi jangka benah sebagai upaya memulihkan fungsi kebun sawit rakyat monokultur menjadi kebun sawit campur dengan teknik agroforestry tertentu disertai dengan komitmen kelembagaan dengan para pihak.
Kebijakan turunan dari Undang-undang Cipta Kerja, yaitu Permen LHK Nomor 8 dan 9 Tahun 2021 telah memuat regulasi terkait jangka benah, yaitu kegiatan menanam tanaman pohon kehutanan di sela tanaman kelapa sawit. Adapun jenis tanaman pokok kehutanan untuk Hutan Lindung dan Hutan Konservasi harus berupa pohon penghasil Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan dapat berupa pohon berkayu dan tidak boleh ditebang.
Dalam peraturan ini diberlakukan larangan menanam sawit baru dan setelah selesai satu daur, maka lahan tersebut wajib kembali diserahkan kepada negara. Untuk kebun sawit yang berada dalam kawasan hutan Hutan Produksi diatur diperbolehkan satu daur selama 25 tahun. Sedangkan yang berada di Hutan Lindung atau Hutan Konservasi hanya dibolehkan 1 daur selama 15 tahun sejak masa tanam dan akan dibongkar kemudian ditanami pohon setelah jangka benah berakhir.
Jangka benah wajib dilakukan sesuai tata kelola Perhutanan Sosial, penanaman tanaman melalui teknik agroforestri yang disesuaikan dengan kondisi biofisik dan kondisi sosial, menerapkan sistem silvikultur atau teknik budidaya, tanpa melakukan peremajaan tanaman kelapa sawit selama masa jangka benah.
''Pendekatan ultimum remedium diambil sebagai tindakan jalan tengah yang adil dan baik bagi semua pihak, termasuk untuk kelestarian hutan. UUCK juga telah memperjelas bahwa sawit bukan tanaman hutan karena ada proses menghutankan Kembali melalui jangka benah. Dengan begitu maka UUCK telah memposisikan secara jelas bahwa sawit tetap tergolong tanaman perkebunan. Ruang tanam sawit secara sah sudah ada ruang mekanismenya dan sudah terang benderang pula pengaturannya. Saat ini yang terpenting adalah bagaimana pelaksanaan PP24/2021 dapat kita kawal bersama agar efektif implementasinya, sehingga hutan bisa lestari dan rakyat tetap sejahtera'' tutup Agus saat itu.