NusantaraMedia - Presiden Rusia, Vladimir Putin, berbicara dengan pemimpin sementara Mali, Assimi Goita, pada hari Selasa mengenai kudeta di Niger, yang telah memicu ancaman dari luar untuk mengembalikan tatanan demokrasi dengan menggunakan kekuatan. Dalam panggilan telepon tersebut, Putin mendesak penyelesaian damai terhadap krisis politik ini, baik Kremlin maupun Goita mengonfirmasi hal tersebut dalam pernyataan terpisah pada hari Selasa.
"Para pihak secara khusus memfokuskan pada situasi saat ini di wilayah Sahara-Sahel dan menekankan, terutama, pentingnya menyelesaikan situasi di Republik Niger hanya melalui sarana politik dan diplomatik yang damai," demikian pernyataan Kremlin.
Presiden terpilih Niger, Mohamed Bazoum, bersama keluarganya, telah ditawan oleh pemerintahan militer baru sejak ia digulingkan pada 26 Juli. Pemimpin di negara tetangga mantan koloni Prancis, Mali dan Burkina Faso, telah mendukung para pemimpin kudeta dan memperingatkan terhadap intervensi bersenjata untuk mengembalikan Bazoum ke tampuk kekuasaan.
Pemimpin dari Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) yang terdiri dari 15 negara telah menyusun pasukan militer siaga untuk digunakan jika diperlukan melawan penguasa baru Niger, yang menurut blok tersebut telah menentang upaya diplomasi untuk membebaskan dan mengembalikan presiden yang digulingkan.
Mantan penguasa kolonial Niger, Prancis, bersama dengan Amerika Serikat, keduanya telah menghentikan sebagian program bantuan pembangunan kepada negara Afrika tersebut, dan telah menyatakan dukungan terhadap tindakan ECOWAS.
Moskow telah berkali-kali menyarankan untuk tidak melibatkan diri secara asing, dengan Kementerian Luar Negeri Rusia memperingatkan pada hari Jumat bahwa tindakan semacam itu akan memperburuk krisis di wilayah Sahel, di mana kekerasan jihad telah menggusur jutaan penduduk.
Sentimen anti-Prancis telah tumbuh di Niger sejak kudeta bulan lalu, dengan para pendukung penguasa militer melambai-lambaikan bendera Rusia dalam unjuk rasa dan menuntut agar Prancis mundur karena tuduhan campur tangan.
Perdana Menteri yang diangkat oleh pemerintahan militer baru, Ali Mahamane Lamine Zeine, menyatakan pada hari Selasa bahwa para pemimpin baru bersedia untuk berbicara. Namun, ia tetap menekankan perlunya negara ini merdeka.
Sementara itu, kepala angkatan darat Afrika Barat akan bertemu di Ghana pada hari Kamis dan Jumat untuk merencanakan intervensi militer, sebagaimana yang diancamkan oleh ECOWAS, jika upaya diplomasi gagal.
Para pemimpin kudeta sebelumnya telah mengatakan bahwa Bazoum akan dibunuh jika otoritas regional mengambil tindakan untuk mengembalikan pemerintahannya, seperti yang dilaporkan oleh Associated Press.
(Redaksi)