Ketua Umum LSM P2NAPAS, Ahmad Husein
Ketua Umum LSM P2NAPAS, Ahmad Husein

Jakarta - Lembaga Swadaya Masyarakat Perkumpulan Pemuda Nusantara Pas Aman (LSM P2NAPAS) mempertanyakan kebijakan perdagangan karbon sektor kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). P2NAPAS mengungkapkan bahwa terdapat tiga pelaku usaha yang telah melakukan perdagangan karbon tanpa melaporkan transaksi tersebut kepada Kementerian LHK. Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (Ditjen PHL) baru mengetahui aktivitas ini saat melakukan evaluasi dan pembinaan teknis pada tahun 2020. 

Hal ini menunjukkan bahwa Ditjen PHL tidak melakukan pembinaan dan monitoring yang memadai terhadap pemegang izin Rekonstruksi Ekosistem (RE) sejak tahun 2017.

Kegiatan perdagangan karbon, yang merupakan bagian dari pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi dan hutan lindung, bertujuan untuk pemulihan dan konservasi hutan guna meningkatkan produktivitas biomassa hutan serta mitigasi perubahan iklim. Aktivitas ini dilakukan oleh pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) melalui subkegiatan “rappan karbon dan pemulihan lingkungan”.

Per 31 Desember 2022, aplikasi rencana kerja dan pelaporan PBPH (SICAKAP) mencatat sebanyak 17 pemegang PBPH memiliki subkegiatan “rappan karbon dan pemulihan lingkungan”. Beberapa perusahaan yang memiliki izin penyimpanan dan/atau penyerapan karbon diantaranya adalah:



















19. PT. ASL dengan luas lahan 19.520,00 hektar

Audit BPK Tahun Anggaran 2022 atas transaksi kegiatan perdagangan karbon menunjukkan beberapa masalah, antara lain:





e. Terdapat transaksi di lembaga verifikasi yang belum diketahui Kementerian LHK.

Menurut data Verra, terdapat transaksi perdagangan karbon dengan proyek “Mangrove restoration and coastal greenbelt protection in the East coast of Aceh and North Sumatra Province, Indonesia” sebanyak 125.391 ton CO2 pada tahun 2016 dan 271.680 ton CO2 pada tahun 2020 yang belum diketahui oleh Kementerian LHK. 

Hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 8 tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi. Akibatnya, negara berpotensi kehilangan peluang memanfaatkan nilai ekonomi karbon sektor kehutanan.

Kondisi ini disebabkan oleh belum ditetapkannya mekanisme mengenai tata cara perdagangan karbon sektor kehutanan oleh Kementerian LHK serta belum dilakukannya evaluasi menyeluruh atas kegiatan perdagangan karbon oleh pelaku usaha.

 

(Redaksi)