# Gubernur Papua

Perilaku Tidak Sopan Gubernur Nonaktif Papua di Pengadilan Memberatkan Tuntutan/Doc.Tangkapan layar youtube

Perilaku Tidak Sopan Gubernur Nonaktif Papua di Pengadilan Memberatkan Tuntutan

Hukum & Kriminal

13 Sep 2023
Nusantaramedia.co.id - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa perilaku Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe, yang tidak sopan selama menjalani persidangan terkait kasus suap dan gratifikasi di Pengadilan Tindak Pindana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat telah menjadi salah satu faktor yang memberatkan dalam tuntutan pidana terhadapnya. Rabu (13/9/2023) Dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jaksa KPK Wawan Yunarwanto menjelaskan hal-hal yang memberatkan dan meringankan sebelum menyampaikan tuntutan pidana. Salah satu hal yang memberatkan adalah perbuatan Lukas Enembe yang dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Selain itu, terdakwa juga dianggap berbelit-belit dalam memberikan keterangan kepada pengadilan. Yang lebih mencolok adalah perilaku tidak sopan yang terlihat saat persidangan berlangsung. Jaksa Wawan menyatakan, "Terdakwa bersikap tidak sopan selama persidangan," yang mencakup penggunaan kata-kata kotor, cacian, dan bahkan melemparkan mikrofon di depan hakim. Namun, ada juga hal-hal yang meringankan dalam tuntutan terhadap Lukas Enembe. Terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya, dan dia memiliki tanggungan keluarga yang perlu dipertimbangkan. Jaksa KPK lainnya, Arjuna Budi, menambahkan bahwa perilaku tercela Lukas Enembe, termasuk mengeluarkan kata-kata kotor dan tindakan merusak di pengadilan, dapat dikategorikan sebagai contempt of court (penghinaan terhadap pengadilan) dan merongrong kewibawaan lembaga peradilan. Dalam tuntutannya, Jaksa KPK menekankan bahwa Lukas Enembe telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam kasus suap dan gratifikasi. Terdakwa dituduh melanggar Pasal 12 huruf a Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam tuntutannya, Jaksa KPK meminta hukuman pidana penjara selama 10 tahun dan 6 bulan, serta pidana denda sejumlah Rp1 miliar. Selain itu, terdakwa juga diminta untuk membayar uang pengganti sebesar Rp47.833.485.350,00 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika terdakwa tidak memenuhi kewajiban ini, harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi jumlah uang pengganti tersebut. Jika tidak memiliki harta yang mencukupi, terdakwa dapat dipidana dengan penjara selama 3 tahun. Sidang selanjutnya akan menentukan nasib Lukas Enembe dalam kasus ini. (Edo Putra)
Gubernur Nonaktif Papua Lukas Enembe Dihukum 10 Tahun 6 Bulan Penjara atas Kasus Korupsi

Gubernur Nonaktif Papua Lukas Enembe Dihukum 10 Tahun 6 Bulan Penjara atas Kasus Korupsi

Hukum & Kriminal

13 Sep 2023
Nusantaramedia.co.id - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengajukan tuntutan resmi terhadap Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe, dalam sebuah sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Rabu (13/09/2023). Dalam surat tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa KPK Wawan Yunarwanto, terungkap bahwa penuntut umum meminta agar majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi PN Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Lukas Enembe sebanyak 10 tahun dan enam bulan penjara. Selain itu, terdakwa juga diminta untuk membayar denda sejumlah Rp1 miliar sebagai hukuman tambahan. Selain tuntutan hukuman penjara dan denda, Jaksa juga menuntut agar terdakwa Lukas Enembe membayar uang pengganti sebesar Rp47.833.485.350. Pembayaran uang pengganti ini harus dilakukan selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam ketentuan yang sangat ketat, jika terdakwa tidak mampu membayar uang pengganti tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi jumlah tersebut. Alternatifnya, jika terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, ia akan dipidana dengan tambahan hukuman penjara selama 3 tahun. Kasus ini melibatkan dugaan penerimaan suap oleh Lukas Enembe senilai Rp45,8 miliar serta gratifikasi sebesar Rp1,9 miliar. Jaksa berpendapat bahwa terdakwa Lukas Enembe telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana tertuang dalam dakwaan pertama, yang melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. Selain itu, terdakwa juga dinilai bersalah dalam dakwaan kedua, yang melanggar Pasal 12 B UU Tipikor. Dengan tuntutan ini, kasus Lukas Enembe menjadi salah satu sorotan utama dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, dan sidang selanjutnya akan menentukan nasib Gubernur nonaktif Papua ini. (Ari Saputra)
Lukas Enembe Diminta Patuhi Aturan, Tak Ganggu Jaksa saat Tuntutan Dibacakan

Lukas Enembe Diminta Patuhi Aturan, Tak Ganggu Jaksa saat Tuntutan Dibacakan

Hukum & Kriminal

13 Sep 2023
Nusantaramedia.co.id - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjadi saksi dari sidang tuntutan yang dihadapi oleh Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe. Kasus ini melibatkan tudingan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua. Rabu (13/09/2023). Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh memberikan pengingat tegas kepada Lukas Enembe untuk mematuhi aturan selama tuntutan dibacakan oleh jaksa penuntut umum. Rianto mengatakan, "Saudara mendengarkan secara seksama dan tertib, untuk mendengar tuntutan dari penuntut umum, yang dibacakan oleh penuntut umum sampai selesai. Jangan saudara potong atau beri komentar pada saat penuntut umum membacakan surat tuntutannya, ya saudara paham ya." Kepada Lukas Enembe, Rianto juga menjelaskan bahwa terdakwa berhak mengajukan keberatan atas tuntutan, namun, kesempatan itu akan diberikan setelah pembacaan tuntutan selesai. "Nanti setelah selesai pembacaan tuntutan saudara dan penasehat hukum saudara punya hak untuk menyusun pembelaan, ya, supaya persidangan ini tertib. Saudara terdakwa paham ya," ujarnya. Kasus ini melibatkan Lukas Enembe, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Papua 2013-2017 Mikael Kambuaya, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) 2018-2021 Gerius One Yoman. Mereka dituduh menerima suap dan gratifikasi terkait proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemprov Papua Tahun Anggaran 2013-2022. Lukas Enembe diduga menerima suap sebesar Rp10.413.929.500 dari beberapa perusahaan, termasuk PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, PT Astrad Jaya, serta PT Melonesia Cahaya Timur yang dimiliki oleh Piton Enumbi. Selain itu, ia juga menerima Rp35.429.555.850 dari Rijatono Lakksa, Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua, dan pemilik manfaat CV Walibhu. Selain suap, Lukas juga diduga menerima gratifikasi sebesar Rp1 miliar dari Direktur PT Indo Papua, Budy Sultan. Gratifikasi ini diterima saat Lukas menjabat sebagai Gubernur pada periode 2013-2018 dan tidak pernah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagaimana ketentuan undang-undang. Dengan total suap dan gratifikasi senilai Rp46,8 Miliar, Lukas Enembe menghadapi serangkaian tuntutan serius yang harus dihadapinya dalam persidangan yang sedang berlangsung. (Edo Putra)