Nusantaramedia.co.id - Lembaga Swadaya Masyarakat Perkumpulan Pemuda Nusantara tengah menyoroti Pendapatan Pajak Daerah di Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau. diantaranya Penetapan NPOPTKP atas Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Belum Tepat, dan Pendataan, Penagihan, dan Pengawasan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Belum Memadai.
LSM P2NAPAS juga meduga ada kasus Pajak Daerah Kabupaten Kuansing yakni Satu Objek Lebih Dari Satu NOP sebanyak 524 kasus dan Nama Wajib Pajak Berbeda NOP Sama sebanyak 17 kasus, serta Objek Pajak tidak Ada sebanyak 491 kasus di Kabupaten Kuansing Kata Ketua LSM P2NAPAS Ahmad Husein Batubara.
"Ya, saat ini kami sedang menyeroti adanya Dugaan Skandal Pajak Daerah Kabupaten Kuansing terkait adanya adanya Satu Objek Lebih Dari Satu NOP sebanyak 524 kasus dan Nama Wajib Pajak Berbeda NOP Sama sebanyak 17 kasus, serta Objek Pajak tidak Ada sebanyak 491 kasus."Katanya kepada awak Media (16/09/2023).
Diketahui Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi menganggarkan Pendapatan Asli Daerah yang tertuang dalam Laporan Realisasi Anggaran tahun 2022 sebesar Rp121.046.062.547 dan telah merealisasikan sebesar Rp87.909.018.160 atau 72,62% dari anggaran.
Realisasi tersebut diantaranya berasal dari pendapatan pajak daerah dari jenis Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp3.689.263.589.
Dasar pengenaan BPHTB adalah nilai perolehan objek pajak. Tarif pajak BPHTB yang ditetapkan pada Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Kuantan Singingi Nomor 11 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan adalah sebesar 5%.
Perda tersebut juga menetapkan besaran Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) sebesar Rp60.000.000 (enam puluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak.
Diketahui selama tahun 2022 sebanyak 45 Wajib Pajak telah memperoleh NPOPTKP lebih dari satu kali besaran NPOPTKP yang ditetapkan. Penerimaan BPHTB dari 45 Wajib Pajak tersebut adalah sebesar Rp515.294.287 dari yang seharusnya dapat diterima sebesar Rp714.088.287 sehingga terdapat potensi penerimaan sebesar Rp198.794.000.
Berdasarkan data piutang PBB-P2 yang diperoleh dari aplikasi SISMIOP, diketahui bahwa nilai tunggakan PBB-P2 sampai dengan tahun 2013 adalah sebesar Rp13.547.636.840 sedangkan sisanya sebesar Rp31.996.887.373 merupakan piutang PBB-P2 tahun 2014 sampai dengan tahun 2022. Pada Neraca TA 2022 disajikan nilai penyisihan piutang pajak PBB-P2 sebesar Rp 25.960.126.094.
Dari data penerimaan PBB-P2 diketahui bahwa Bapenda belum melakukan rekonsiliasi data hasil pemungutan PBB-P2. Bapenda hanya melakukan rekapitulasi atas penerimaan PBB-P2 yang ada dalam Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP).
Rekonsiliasi data hasil pemungutan PBB-P2 berfungsi untuk meminimalisasi risiko kecurangan terhadap pemungutan dan penyetoran PBB-P2 yang disetor masyarakat kepada pemungut PBB-P2.
Hal tersebut menurut Ketua LSM P2NAPAS Ahmad Husein Batubara tidak sesuai dengan:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 3 ayat (1) yang mengatur bahwa Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat, serta taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 15/PMK.07/2014, Nomor 10 Tahun 2014 tentang Tahapan Persiapan dan Pelaksanaan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah,
c. Peraturan Bupati Nomor 6 Tahun 2013 tentang Sistem Operasional dan Prosedur Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
Bersambung Terus....
(Redaksi)